Pengajaran
Keterampilan Menulis pada Program Pengajaran Bahasa Indonesia untuk Penutur
Asing di Universitas Padjadajaran
oleh
Wahya
Universitas Padjadajaran, Bandung, Indonesia
1. Pendahuluan
Semula, sekitar tahun 1980-an,
pengajaran bahasa Indonesia untuk penutur asing (PBIPA) di Fakultas Sastra
Universitas Padjadjaran hanya sebagai bentuk pelayanan bagi beberapa mahasiswa
luar negeri yang ingin belajar bahasa Indonesia di lembaga ini. Kegiatan
tersebut dilaksanakan tidak dengan pembagian kelas dan ditangani langsung oleh
pengajar senior dari Jurusan Sastra Indonesia. Dalam perkembangan berikutnya,
kegiatan ini dilaksanakan secara formal di bawah koordinasi Unit Pelaksana
Teknis Pelayanan Kebahasaan Fakultas Sastra Universitas Padjadjaran. PBIPA dilaksanakan
di dalam kelas secara reguler, yang terbagi atas empat jenjang atau tingkat,
yakni kelas 1, 2, 3, dan 4. Setiap jenjang dijalani dalam satu semester, yakni
sekitar empat bulan. Di samping program reguler diselenggarakan pula kelas
nonreguler berupa program intensif. Program intensif ini ada yang
diselenggarakan secara rutin ada pula yang insidental. Program nonreguler yang
rutin diselenggarakn untuk melayani mahasiswa dari beberapa perguruan tinggi
dari Jepang.
PBIPA Fakultas Sastra
Universitas Padjadjaran mengembangkan kurikulum sendiri dalam menyelenggarakan
programnya. Dalam pengembangan kurikulum, lembaga berusaha mempelajari
kurikulum PBIPA di lembaga lain di Indonesia sebagai pembanding. Sebagaimana
PBIPA yang diselenggarakan umumnya, PBIPA Fakultas Sastra Universitas
Padjadjran memberikan materi keterampilan berbahasa, termasuk di dalamnya
keterampilan menulis, subsistem bahasa, kebudayaan dan sastra, serta kuliah
lapangan. Selain diajarkan materi kebudayaan Indonesia, diajarkan pula materi kebudayaan
Sunda sebagai muatan lokal dan untuk mengenal lebih dekat kebudayaan ini,
lembaga membawa pembelajar mengamati kehidupan dan budaya masyarakat Sunda di
lapangan sambil berlatih berbicara.
Peminat PBIPA terus
meningkat, lebih-lebih menjelang perdagangan bebas (Alwasilah, 2000: 111).
Bersamaan dengan itu, kurikulum program ini pun harus terus dibenahi. Karena
disadari bahwa penguasaan bahasa Indonesia ragam tulis dalam berkomunikasi juga
penting di samping penguasaan bahasa Indonesia ragam lisan, penyajian materi
keterampilan menulis yang tepat dan bermanfaat harus terus dikembangkan. Memang
masih banyak kendala yang ditemukan di dalam kelas untuk penyajian materi ini.
Pada program PBIPA di Fakultas Sastra Universitas Padjdjaran, hal tersebut
secara empiris tampak dari masih sering ditemukannya pilihan kata yang tidak
tepat, bentuk kata dan struktur kalimat yang salah, serta kohesi dan koherensi
yang tidak baik dalam karangan pembelajar. Pertemuan ilmiah ini diharapkan
dapat memberikan masukan yang bermanfaat bagi pengembangan program PBIPA,
termasuk program PBIPA di Fakultas Sastra Universitas Padjadjaran.
2.
Keterampilan Menulis
Menulis sebagai salah satu
keterampilan berbahasa diakui oleh umum. Menulis merupakan keterampilan yang
mensyaratkan penguasaan bahasa yang baik. Dalam belajar bahasa, menulis
merupakan kemahiran tingkat lanjut. Semi (1995: 5) berpendapat bahwa pengajaran
menulis merupakan dasar untuk keterampilan menulis.
Penulis sendiri berpandangan
bahwa untuk menulis, pembelajar harus menguasai kaidah tata tulis, yakni ejaan,
dan kaidah tata bahasa, morfologi dan sintaksis. Di samping itu, penguasaan
kosakata yang banyak diperlukan pula.
Menulis
sebagaimana berbicara, merupakan keterampilan yang produktif dan ekspresif.
Perbedaannya, menulis merupakan komunikasi tidak bertatap muka (tidak
langsung), sedangkan berbicara merupakan komunikasi tatap muka (langsung)
(Tarigan , 1994: 2). Menurut Azies dan Alwasilah (1996: 128), keterampilan
menulis berhubungan erat dengan membaca. Hal ini diakui pula oleh Semi (1995:
5). Semakin banyak siswa membaca, cenderung semakin lancar dia menulis.
Seberapa
besar porsi materi menulis harus diberikan dibandingkan dengan materi
berbicara, hal ini tidak ada ketentuannya. Setiap penyelenggara BIPA memiliki
kebijakan masing-masing untuk menentukan porsi
meteri ini sesuai dengan tujuan penyelenggaraan program. Alangkah baiknya
setiap penentuan kebijakan didasarkan pada hasil penelitian motivasi pembelajar
mengikuti program PBIPA. Menurut Alwi (1996: 30), mengutip pendapat Sumarmo
(1988), orang Amerika mengikuti program BIPA dengan motivasi ingin dapat
berbicara menempati urutan tertinggi (83%), sedangkan motivasi untuk dapat
menulis makalah menempati urutan terbawah (13%).
Dalam
kelas reguler pada jenjang-jenjang pertama, keterampilan menulis biasanya
memperoleh porsi yang lebih sedikit. Sebaliknya, pada jenjang yang lebih tinggi
materi menulis bisa memperoleh porsi yang sama dengan berbicara, bahkan bisa
lebih, apalagi jika ada materi lain yang berkaitan dengan menulis. Pada jenjang
yang lebih tinggi, cara berkomunikasi siswa dengan lingkungan bisa cenderung
lebih bervariasi, tidak hanya menggunakan bahasa ragam lisan, tetapi juga
menggunakan bahasa ragam tulis karena mereka sudah lebih mahir berbahasa Indonesia.
Materi
menulis biasanya berkaitan dengan paragraf atau wacana. Sebelum pembelajar
mendalami wacana secara luas, alangkah baiknya memahami paragraf dahulu. Jika
ada materi mengarang (komposisi), materi paragraf haruslah menjadi dasar
pemahaman komposisi. Artinya, pengajaran menulis, sebagaimana juga materi lain,
disajikan secara bertahap. Untuk berlatih menulis, pembelajar bisa ditugasi
membuat surat, konsep monolog (pidato) atau konsep dialog, atau iklan.
Dalam
kaitan dengan menulis, pembelajar harus memiliki kemampuan dalam menggunakan
ejaan, sebagai kaidah tata tulis. Ejaan ynag sifatnya sangat teknis tidak perlu
secara khusus diajarkan, mereka cukup mempelajarinya di rumah dengan dibekali
buku pedoman. Sekali-sekali bisa juga pembelajar dilatih menggunakan ejaan.
Pelatihan menulis paragraf atau karangan yang lebih kompleks merupakn sarana
untuk melatih menggunakan ejaan. Ejaan hanya merupakan bagian dari materi
menulis. Seharusnyala sejak dini pembelajar diperkenalkan dengan kaidah tata
tulis ini walaupun bukan sebagai materi tersendiri.
3. Pengajaran
Keterampilan Menulis pada PBIPA Universitas Padjadjaran
Pengajaran keterampilan menulis secara intensif baru
diberikan di kelas 3 dan 4 dalam bentuk materi paragraf dan karangan. Di kelas
3, pembelajar memperoleh matari paragraf, karangan bebas dengan tata tulisnya
(ejaan). Secara garis besar materi paragraf terdiri atas
(1) pengenalan paragraf secara umum;
(2) pengenalan paragraf deduktif;
(3) pengenalan paragraf induktif;
(4) pengenalan paragraf deduktif-induktif;
(5) pengenalan karangan bebas dengan jumlah paragraf
terbatas.
Materi paragraf secara
bertahap disajikan melalui pengenalan dan pemahaman unsur yang membangun
paragraf sampai pembuatan paragraf. Rinciannya sebagai berikut:
(a) gagasan utama (topik) dan kalimat utama;
(b) gagasan penjelas dan kalimat penjelas;
(c) alat kohesi paragraf, yang meliputi kata ganti,
kata kunci, kata hubung (transisi);
(d) koherensi paragraf (keterkaitan dan
kesinambungan gagasan);
(e) paragraf utuh.
Pembelajar berlatih menyusun
paragraf secara bertahap dengan urutan sebagai berikut:
(a) berlatih mengembangkan gagasan utama menjadi
kalimat topik;
(b) berlatih mengembangkan gagasan penjelas menjadi
kalimat penjelas;
(c) berlatih melengkapi paragraf dengan kalimat
topik;
(d) berlatih menyusun paragraf dari kalimat yang
tersedia;
(e) berlatih mengembangkan kalimat topik menjadi
paragraf;
(f) berlatih menulis paragraf secara utuh;
(g) berlatih menyusun karangan dari paragaraf yang
ada;
(h) berlatih menyusun karangan secara utuh;
Paragraf atau karangan yang
telah disusun pembelajar, kemudian diperiksa oleh pengajar satu per satu.
Setelah itu, tulisan mereka dibacakan di dalam kelas, disimak pembelajar lain,
dan didiskusikan di antara mereka. Prosedur ini dilakukan untuk menumbuhkan
kompetisi positif di antara mereka. Sesekali mereka ditugasi menulis karangan
di rumah.
Dalam pengajaran materi
menulis ini masih sering ditemukan kendala. Kendala yang dimaksud adalah masih
sering ditemukannya kesalahan menulis kata, kesalahan membentuk kata berafiks,
kesalahan menyusun kalimat, kesalahan dalam kohesi dan koherensi paragraf, dan
kesalahan penggunaan ejaan. Dengan cara memeriksa hasil tulisan mereka dan
menunjukkan kesalahan tersebut, kesalahan ini sedikit-sedikit bisa dikurangi.
Pengajar sering harus menjelaskan kembali materi yang sudah diajarkan
sebelumnya akibat terjadinya kesalahan dalam proses kreatif ini.
Untuk menghilangkan rasa bosan dan memperoleh
inspirasi dalam mengarang, pengajar kadang-kadang membawa pembelajar mengadakan
pengamatan seputar kampus, misalnya ke poliklinik universitas pada saat jam
kerja. Cara ini umumnya mendapatkan kesan yang positif. Mereka dapat
berwawancara dengan petugas atau di antara mereka sendiri terjadi diskusi.
Apabila menemukan kata baru, mereka menanyakan hal itu kepada pengajar. Ini
merupakan keuntungan belajar bahasa di tempat penutur bahasa itu tinggal.
Kecakapan dan minat
pembelajar untuk menulis bervariasi. Untuk itu, pembelajar perlu mengadakan
pendekatan kepada perseorangan untuk mengetahui letak kendalanya. Karena
motivasi pembelajar mengikuti program tidak sama, bisa jadi hal ini berpengaruh
terhadap setiap bentuk kegiatan belajar-mengajar, di antaranya menulis.
Pembelajar harus terus diberi motivasi agar dapat mengikuti setiap tahap
kegegiatan.
4. Simpulan
dan Saran
Keterampilan menulis
merupakan salah satu keterampilan berbahasa. Keterampilan ini berkaitan dengan
keterampilan lain, yakni membaca. Dalm kurikulum, keterampilan ini bisa
diwujudkan dalam bentuk materi menulis. Sebagaimana materi lainnya, materi ini
pun seharusnya disajikan secara bertahap. Karena menulis merupakan keterampilan
lanjutan yang cukup kompleks, materi yang diajarkan sebelumnya harus
benar-benar dipahami dahulu oleh pembelajar mengingat materi tersebut menjadi
prasyarat, misalnya menyusun kalimat. Metode dan teknik mengajar yang tepat
bisa memberikan hasil yang baik terhadap materi ini.
Daftar Pustaka
Alwasilah, A. Chaedar. 2000. Politik
Bahasa dan Pendidikan. Cet. II. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Alwi, Hasan. 1996. ”BIPA: Hari
Ini dan Esok”. Dalam Pengajaran Bahasa
Indonesia untuk Penutur Asing. (Husen dkk. Penyunting). Depok: Fakultas
Sastra Universitas Indonesia.
Azies, Furqanul dan Alwasilah, A. Chaedar. 1996. Pengajaran Bahasa Komunikatif Teori dan Praktek. Cet. I. Bandung:
Remaja Rosdakarya. Semi, M. Atar. 1995. Dasar-Dasar Keterampilan Menulis.
Bandung: Mugantara.
Tarigan, Henry Guntur. 1994. Menulis
sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa.
Bandung: Angkasa.
Sumber: dari ketikan warnet
0 Comments