Prinsip-prinsip Moral Berperang dalam Islam

Prinsip-prinsip Moral Berperang dalam Islam Peradaban kita datang ketika seluruh dunia berjalan di atas hukum rimba. Yang kuat membunuh yang lemah, yang bersenjata memperbudak yang tidak bersenjata. Perang merupakan aturan permainan yang diakui di kalangan semua syariat, agama, umat dan bangsa tanpa ikatan dan batasan dan tanpa pembedaan antara perang yang dibolehkan dengan perang yang lalim. Siapapun yang bisa mengalahkan suatu umat di negerinya, memaksa umat untuk meniggalkan aqidahnya dan memperbudak kaum lelaki dan wanitanya, nicaya ia melakukannya tanpa merasa bersalah dan berdosa.
Namun peradaban kita tidak mengakui aturan permainan yang zalim ini, yang menjerumuskan kemanusiaan ke tingkat kebinatangan yang buas. Bahkan peradaban kita memproklamasikan bahwa pangkal hubungan antarumat adalah saling mengenal dan menolong sebagaimana dijelaskan dalam surat Al Hujurat ayat 13: Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. (Al Hujurat 13)
Dengan begitu perdamaian merupakan hubungan yang alami antara bangsa-bangsa.
Wahai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam (perdamaian) secara keseluruhannya (total)... (Al Baqarah 208)
Jika suatu umat hanya mau berperang dan menyerang umat lain, maka umat kita harus bersiap-siap menghadapi serangan itu karena meninggalkan persiapan mendorong dan mempercepat terjadinya serangan.
Dan siapakanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah, musuhmu dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya... (Al Anfal 60)
Jika umat itu mengurungkan niatnya untuk menyerang dan menyukai perdamaian maka umat yang lain harus condong dan antusias terhadap perdamaian itu.
Dan jika mereka condong kepada perdamaian maka condonglah kepadanya dan bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Dia lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (Al Anfal 61)
Tetapi jika ia tetap memilih alternatif perang maka kekuatan bisa menolak kekuatan dan serangan harus di lawan dengan serangan yang serupa sebagaimana diperhatikan Allah Ta`ala dalam Al Qur`an:
Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. (Al Baqarah 190)
Di sini prinsip-prinsip peradaban kita memproklamasikan pengharaman peperangan yang bertujuan untuk menyerang, merampas harta-benda dan meghinakan kehormatan bangsa-bangsa. Perang yang sah hanyalah perang yang bertujuan untuk: (1) membela aqidah dan moral umat, dan (2) membela kebebasan, kemerdekaan dan keselamatan umat.
Perangilah fitnah sehingga tidak ada fitnah lagi dan (sehingga) agama itu hanya untuk Allah semata... (Al Baqarah 193)
Bukan hanya kebebasan aqidah saja yang dituntut kepada umat yang mengumumkan perang, tapi juga harus menjamin kebebasan seluruh aqidah dan melindungi tempat-tempat ibadah masing-masing agama.
...Dan sekiranya Allah tiada menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentulah telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadat orang Yahudi dan masjid-masjid, yang di dalamnya banyak disebut nama Allah... (Al Hajj 40)
Seruan paling mengagumkan yang dilontarkan peradaban kita ialah bahwa membela kaum lemah yang tertindas pada bangsa-bangsa lain merupakan kewajiban kita sebagaimana wajibnya kita membela kemerdekaan dan kehormatan kita.
Mengapa kamu tidak mau berperang di jalan Allah dan (membela) orang-orang yang lemah baik laki-laki, wanita-wanita maupun anak-anak yang semuanya berdo`a: Wahai Robb kami, keluarkanlah kami dari negeri ini (Mekah) yang zalim penduduknya dan berilah kami perlindungan dari sisi Engkau, dan berilah kami penolong dari sisi Engkau! (An Nissa 75)
Perang yang diumumkan untuk membela aqidah,kemerdekaan dan perdamaian inilah perang yang sah, yang menyampaikan kepada Allah dan menganugrahkan surga bagi para syuhada kita yakni sebuah perang yang oleh peradaban kita digambarkan sebagai perang fi sabilillah, sedang yang lain adalah perang di jalan thagut dan kerusakan. Betapa indah perbandingan ini. Perbandingan antara perang yang dibolehkan dalam peradaban kita dengan perang yang dikenal di kalangan umat-umat lain seluruhnya.
Orang-orang yang beriman berperang di jalan Allah, dan orang-orang yang kafir berperang di jalan thagut, sebab itu perangilah kawan-kawan syaitan itu, karena sesungguhnya tipu daya syaitan itu adalah lemah. (An Nissa 76)
Peradaban kita mengumumkan perang di jalan Allah yang merupakan kebaikan, kebenaran dan kehormatan. Sedangkan manusia mengumumkan perang untuk kezaliman dan setan padahal setan merupakan kejahatan, kemungkaran dan kerusakan. Jika tujuan perang peradaban kita memang begitu maka ketika mengumumkan perang untuk kebenaran dan kebaikan itu kita tidak boleh berbalik menjadikan perang sebagai alat yang membuat kebatilan dan kejahatan. Karena itu antara prinsip peradaban kita dalam peperangan adalah hanya berperang dengan pihak-pihak yang memerangi dan menyerang kita.
Barangsiapa yang menyerang kamu, maka seranglah ia, seimbang dengan serangannya terhadapmu... (Al Baqarah 194)
Jika melanggar hal itu, yaitu memerangi orang yang tidak memerangi kita dan menyakiti orang yang tidak menyakiti kita, berarti kita adalah orang-orang yang melampaui batas yang menyelewengkan perang kemanusiaan dari tujuan dan sasarannya.
Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. (Al Baqarah 190)
Dan sesungguhnya orang-orang yang membela diri sesudah teraniaya, tidak ada suatu dosapun atas mereka, sesungguhnya dosa itu atas orang-orang yang berbuat zalim kepada manusia dan melampaui batas di muka bumi tanpa hak. Mereka itu mendapat azab yang pedih. (Asy Syuura 41-42)
Jika perang berkobar, jangan sampai kita melupakan prinsip-prinsip kita yang menyebabkan kita menjadi bengis, zalim serta menyebarkan kerusakan dan kehancuran. Perang kemanusiaan yang murni karena Allah harus tetap manusiawi dalam wasilah-wasilahnya dan ketika gencarnya jalan peperangan. Di sini lahir wasiat-wasiat yang tak pernah ada duanya dalam sejarah, seperti wasiat yang disampaikan Abu Bakar kepada pasukan Usamah yang hendak berangkat berperang. Abu Bakar berpesan: Jangan menyiksa, jangan membunuh anak-anak kecil, orang-orang tua dan kaum wanita. Jangan menebangi dan membakari pohon kurma. Jangan memotong pohon yang sedang berbuah, jangan menyembelih kambing, sapi atau unta kecuali untuk dimakan. Kalian akan melewati orang-orang yang sedang bertapa dikuil-kuil, maka biarkanlah mereka dan apa yang mereka lakukan.
Anda lihat bagaimana perang kemanusiaan yang disyariatkan di jalan Allah, bukan untuk jalan kejahatan dan kezaliman. Perang ini terus terikat dengan prinsip-prinsip kemanusiaan yang penyayang hingga berakhir dengan damai atau menang. Jika damai, semua perjanjian di dalamnya dihormati dan isi perjanjian itu wajib dilaksanakan. Hal ini telah diperintahakan Allah dalam firmanNya:
Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpah (mu) itu, sesudah meneguhkannya, sedang kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah-sumpah itu)... (An Nahl 91)
Jika menang maka menag itu merupakan kemenangana kelompok yang marah demi kebenaran dan mati syahid di jalan itu. Ketika memperoleh kemenangan maka hanya akan diperbuat adalah mengokohkan tonggak-tonggak kebenaran di muka bumi serta menolak kerusakan dan keangkaraan di tengah-tengah manusia. Inilah menusia dan peradaban yang di katakan Allah dalam KitabNya:
(Yaitu) orang-orang yang jika kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi, nicaya mereka mendirikan sholat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat yang ma`ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah lah kembali segala urusan. (Al Hajj 41)
Ini merupakan pembatasan bagi perbuatan negara yang menang. Misinya setelah kemenangan adalah meninggikan roh, menegakkan keadilan dalam masyarakat, tolong-menolong untuk kebaikan dan kemanfaatan manusia serta mencegah kejahatan dan kerusakan di muka bumi. Inilah prinsip-prinsip perang dalam peradaban kita, dan itulah moral perang kita berupa keadilan, kasih-sayang dan pemenuhan perjanjian.

Post a Comment

0 Comments