Prinsip Toleransi Beragama Dalam Peradaban Islam

Prinsip Toleransi Beragama Dalam Peradaban Islam Ini adalah sisi baru dari sisi-sisi kecenderungan emanusiaan dalam peradaban kita. Baru dalam sejarah aqidah dan agama. Baru dalam sejarah peradaban klasik yang didirikan oleh umat atau umat tertentu.
Islam telah mendirikan peradaban kita tetapi Islam tidak melecehkan agama-agama terdahulu dan tidak fanatik menghadapi pendapat-pendapat dan mazhab-mazhab yang beraneka macam. Bahkan Islam mempunyai semboyan tersendiri mengenai hal ini yang tertuang di dalam Al Qur`anul Kariim:
...Maka sampaikanlah berita gembira kepada hamba-hambaKu, yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik diantaranya... (Az Zumar 17-18).
Karena itu, diantara prinsip-prinsip peradaban kita dalam toleransi keagamaan adalah:
1. Agama-agama samawi (langit) semua bersumber dari satu Tuhan sebagaimana dijelaskan dalam Al Qur`an:
Dia telah mensyariatkan bagi kamu tentang agama apa yang telah di wasiatkanNya kepada Nuh dan apa-apa yang telah kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah tetangnya... (Asy Syuura 13)
2. Nabi-nabi adalah bersaudara, tidak ada kelebihutamaan antara mereka dari segi risalah. Kaum muslimin wajib beriman kepada mereka semua. Hal ini ditegaskan Allah dalam firmanNya:
Katakanlah (hai orang-orang mukmin): Kami beriman kepada Allah dan apa yang diturunkan kapada kami, dan apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Ismail, Ishaq, Ya`qub dan anak cucunya dan apa yang diberikan kepada Musa dan Isa serta apa yang diberikan kepada nabi-nabi dari Tuhannya. Kami tidak membeda-bedakan seorangpun di antara mereka dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya. (Al Baqarah 136)
3. Aqidah tidak dapat di paksakan penganutannya, bahkan harus mengandung kerelaan dan kepuasan. Allah sudah menerangkan kepada kita:
Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam)... (Al Baqarah 256)
Maka apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya? (Yunus 99)
4. Tempat-tempat ibadah bagi agama-agama Ilahi adalah terhormat, wajib dibela dan dilindungi seperti masjid-masjid kaum muslimin.
...Dan sekiranya Allaj tiada menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentulah tela dorobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadat orang Yahudi dan masjid-masjid, yang di dalamnya banyak disebut nama Allah. Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agam)Nya... (Al Hajj 40)
5. Tidak selayaknya perbedaan dalam agama menyebabkan manusia saling membunuh atau saling menganiaya satu sama lain. Bahkan kita harus saling menolong dalam berbuat kebaikan dan memerangi kejahatan. Allah Ta`ala menerangkan kepada kita:
... Tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran... (Al Maidah 2)
Ada pun mengenai keputusan perselisihan di antara mereka, Allah sendirilah yang menghakiminya kelak di hari kiamat.
Dan orang-orang Yahudi berkata: Orang-orang Nasrani itu tidak mempunyai suatu pegengan, dan orang-orang Nasrani berkata: Orang-orang Yahudi tidak mempunyai sesuatu pegengan , padahal mereka (sama-sama) membaca Al Kitab.
Demikian pula orang-orang yang tidak mengetahui mengatakan seperti ucapan mereka itu. Maka Allah akan mengadili di antara mereka pada hari kiamat tentang apa-apa yang mereka perselilsihkan. (Al Baqarah 113)
6. Kelebihutamaan di antara manusia dalam kehidupan dan di sisi Allah sesuai dengan kadar kebaikan dan kebijakan yang dipersembahkan seseorang dari mereka untuk dirinya dan untuk sesamanya. Karena itu Rasulullah Saw bersabda:
Seluruh makhluk-makhluk adalah keluarga Allah, maka orang yang paling di cintai Allah adalah yang paling bermanfaat bagi keluarga-Nya. (HR. Al Bazzar)
Allah juga berfirman:
...Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa di antara kamu... (Al Hujurat 13)
7. Perbedaan dalam agama tidak menghalangi kita dalam berbuat kebaikan, silaturahmi dan menjamu tamu.
Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Al Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal (pula bagi mereka). (Dan dihalalkan mengawini) wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al Kitab sebelum kamu... (Al Maidah 5)
8. Jika manusia berselisih pendapat mengenai agama-agama mereka maka mereka boleh berdebat satu sama lain dengan cara yang paling baik dan dalam batas-batas kesopanan, dengan argumentasi dan memberikan kepuasan (kemantapan).
Dan janganlah kamu berdebat-dengan Ahli Kitab, melainkan dengan cara yang paling baik, kecuali dengan orang-orang zalim di antara mereka...(Al Ankabut 46)
Kita juga tidak boleh mencela lawan yang berselisih atau mencari aqidah mereka meskipun mereka kaum paganis (penyembah berhala). Hal ini diutarakan Allah dalam Al Qur`an:
Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melempaui batas tanpa pengetahuan... (Al An`am 108)
9. Jiaka umat kita dianiaya dalam hal aqidah maka kita wajib menolak kelaliman itu untuk melindungi aqidah kita dari menghalau fitnah.
Dan perangilah mereka itu sehingga tidak ada fitnah lagi dan (sehingga) agama itu hanya untuk Allah belaka. Jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu), maka tidak ada permusuhan (lagi), kecuali terhadap orang-orang yang zalim. (Al Baqarah 193)
Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangi kamu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu dan membantu (orang lain)
untuk mengusirmu. Dan barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan maka mereka itulah orang-orang zalim. (Al Mumtahanah 9)
10. Jika umat memperoleh kemenagan atas orang-orang yang menganiayanya dalam agama atau ingin merampas kemerdekaannya maka tidak boleh menuntut balas kepada mereka dengan memaksa mereka meninggalkan agamanya atau menindas mereka dalam aqidahnya.Cukuplah bagi mereka untuk mengakui kekuasaan negara dan mengabdi secara ikhlas kepadanya sehingga terwujud hak mereka adalah hak kita dan kewajiban mereka adalah kewajiban kita .
Inilah prinsip-prinsip toleransi keagamaan dalam Islam yang melandasi peradaban kita. Peradaban Islam mewajibakan setiap muslim beriman kepada para nabi dan para rasul Allah, menyebut mereka dengan pengagungan dan penghormatan. Juga tidak menimpakan kejelekan kepada pengikut-pengikut mereka, bergaul baik dengan mereka, dengan lemah-lembut dan ramah-tamah.
Selain itu kita juga harus memelihara pertetanggaan dengan mereka dan menerima mereka dengan baik jika mereka bertamu. Islam mewajibkan negara muslim melindungi tempat-tempat ibadah mereka, tidak mencampuri urusan aqidah mereka dan tidak menganiaya mereka dalam hukum. Islam juga menyamakan kedudukan mereka dalam hak-hak dan kewajiban-kewajiban umum dengan hukum muslimin.
Selain itu peradaban kita juga memerintahkan agar menjaga kehormatan, kehidupan dan masa depan mereka sebagaimana Islam menjaga kehormatann kehidupan dan masa depan kaum muslimin.
Di atas asas-asas inilah perdaban kita berdiri, dan dengan asas-asas itulah dunia melihat untuk pertama kalinya sebuah agama yang mendirikan sebuah peradaban tetapi menghargai agama-agama lain, juga tidak menyingkirkan orang-orang yang tidak beriman kepadanya, baik dalam lapangan pekerjaan maupun kedudukan sosial.
Toleransi ini tetap menjadi adat peradaban kita sejak landasannya dibuat oleh Muhammad Saw sampai di mulai keruntuhannya, lalu setelah itu prinsip-prinsip tersebut hilang dan perintahnya dilupakan. Manusia pun tidak lagi memahami agamanya sehingga mereka menjadi jauh dari toleransi keagamaan yang mulia ini.
1. Contoh Nyata dalam Kehidupan Rasulullah Saw
Tatkala Rasul hijrah ke Madinah dimana sejumlah besar kaum Yahudi berada, urusan negara yang pertama dilakukan beliau adalah mengadakan perjanjian dengan mereka yang isinya antara lain, aqidah mereka dihormati kaum muslimin harus bahu-membahu menghadapi siapapun yang bermaksud jelek terghadap Madinah. Dengan perjanjian itu berarti Rasulullah telah menerapkan prinsip-prinsip toleransi keagamaan dalam benih-benih peetama bagi peradaban Islam.
Rasulullah Saw mempunyai tetangga-tetangga Ahli Kitab. Ia bergaul baik dengan mereka, memberi mereka hadiah-hadiah dan menerima pula hadiah-hadiah mereka. Bahkan, seorang wanita Yahudi pernah memasukkan racun ke dalam daging kambing yang dihadiahkan kepadanya karena kebiasaannya menerima hadiah wanita itu dan bertetangga baik dengannya.
Ketika utusan Nasrani Habasyah datang, Rasulullah menempatkan mereka di masjid. Beliau bertindak sendiri dalam menjamu dan melayani mereka. Di antara perkataan saat itu: Mereka telah menghormati sahabat-sahabat kita. Maka aku ingin menghormati mereka dengan diriku.
Suatu kali datang utusan Nasrani Najran. Beliau kemudian menempatkan mereka di masjid serta mengijinkan mereka shalat di situ. Mereka shalat di satu sisi sedangkan Rasul dan kaum muslimin shalat di sisi lain. Tatkala mereka hendak berdiskusi dengan rasul untuk membela agama mereka maka Rasul mendengarkan dan mendebat mereka. Semua itu dilakukan dengan penuh kelembutan, kesopanan dan kelapangan moral.
Pernah Rasul menerima hadiah dari Mukaukis dua budak wanita dikirimkan kepadanya. Wanita itu dikawininya dan melahirkan Ibrahim yang berumur hanya beberapa bulan. Dialah antara wasiatnya kepada kaum muslimin adalah: Bebuat baiklah kepada bangsa Qibti karena kalian mempunyai pertalian nasab dan semenda dengan mereka! Diatas petunjuk Rasul damal toleransi keagamaan yang mempunyai kecenderungan kemanusiaan yang tinggi itulah berjalan khalifah-khalifah penggantinya.
Umar bin Khattab, ketika memasuki Baitul Maqdis sebagai penakluk mengabulkan syarat yang diminta oleh penduduknya yang Nasrani. Mereka meminta agar orang Yahudi tidak tinggal bersama mereka di situ. Ketika shalat Ashar tiba, pada waktu itu Umar sedang berada dalam gereja agung Al Quds. Umar tidak mau shalat di situ dengan maksud agar tidak di jadikan alasan oleh kaum muslimin sesudahnya untuk menuntut kepada gereja agar menjadikan bagunan itu sebagai masjid.
Seorang wanita Nasrani dari penduduk Mesir pernah mengeluh kepada Umar bahwa Amr bin Ash telah menggusurnya untuk keperluan perluasan masjid. Amr lalu ditanya oleh Umar mengenai hal itu. Amr mengabarkan bahwa jumlah kaum muslimin telah banyak dan masjid sudah tidak dapat lagi menampung mereka.
Kebetulan di samping masjid itu rumah perempuan ini. Amr telah menawarkan kepadanya uang ganti rugi yang melebihi harga rumahnya tetapi ia tetap tidak mau. Maka terpaksa Amr merobohkan rumah itu dan memasukkannya ke lingkungan masjid, sedangkan uang ganti ruginya ditaruhnya di Baitulmal (kas negara) yang bisa diambil kapan saja perempuan itu mau.
Meskipun ini termasuk hal-hal yang diperbolehkan undang-undang kita sekarang (kondisi yang bisa dijadikan alasan oleh Amr atas perbuatannya) namun Umar tidak menerimanya dan menyuruh Amr merobohkan bangunan baru masjid itu. Umar menyuruh Amr agar mengembalikan rumah perempuan Nasrani itu seperti semula.
Inilah toleransi yang menguasai masyarakat yang dinaungi peradaban kita dengan prinsip-prinsipnya. Kita dapat menyaksikan bentuk-bentuk toleransi keagamaan yang tidak kita dapati bandingannya dalam sejarah kendati dalam masa modern ini.

Post a Comment

0 Comments